Minggu, 28 September 2008

LEBARAN IED FITRI


Lebaran adalah hari yang tidak asing bagi kaum muslimin di seluruh penjuru dunia. Hari yang penuh suka cita, di mana kaum muslimin dibolehkan kembali makan dan minum di siang hari setelah satu bulan penuh berpuasa. Namun, jika kita tinjau perayaan lebaran (’Iedul Fitri) yang telah kita laksanakan, sudah sesuaikah apa yang kita lakukan dengan keinginan Alloh dan Rosul-Nya? Atau malah kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perintah-Nya, dengan sekedar ikut-ikutan kebanyakan manusia? Untuk mengetahui perihal ini, mari kita simak bersama bahasan berikut.

Definisi ‘Ied

Kata “Ied” menurut bahasa Arab menunjukkan sesuatu yang kembali berulang-ulang, baik dari sisi waktu atau tempatnya. Kata ini berasal dari kata “Al ‘Aud” yang berarti kembali dan berulang. Dinamakan “Al ‘Ied” karena pada hari tersebut Alloh memiliki berbagai macam kebaikan yang diberikan kembali untuk hamba-hambaNya, yaitu bolehnya makan dan minum setelah sebulan dilarang darinya, zakat fithri, penyempurnaan haji dengan thowaf, dan penyembelihan daging kurban, dan lain sebagainya. Dan terdapat kebahagiaan, kegembiraan, dan semangat baru dengan berulangnya berbagai kebaikan ini. (Ahkamul ‘Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).

Perlu diperhatikan, saat ini telah menyebar di kalangan masyarakat, bahwa makna “Iedul Fitri” adalah kembali kepada fitroh (suci) karena dosa-dosa kita telah terhapus. Hal ini kurang tepat, baik secara tinjauan bahasa maupun istilah syar’i. Kesalahan dari sisi bahasa, apabila makna “Iedul Fitri” demikian, seharusnya namanya “Iedul Fithroh” (bukan ‘Iedul Fitri). Adapun dari sisi syar’i, terdapat hadits yang menerangkan bahwa Iedul Fitri adalah hari dimana kaum muslimin kembali berbuka puasa.

Dari Abu Huroiroh berkata: “Bahwasanya Nabi shollallohu’alaihi wa sallam telah bersabda: ‘Puasa itu adalah hari di mana kalian berpuasa, dan (’iedul) fitri adalah hari di mana kamu sekalian berbuka…’” (HR. Tirmidzi dan Abu dawud, shohih) (Majalah As Sunnah 05/I, Ustadz Abdul Hakim). Oleh karena itu, makna yang tepat dari “Iedul Fitri” adalah kembali berbuka (setelah sebelumnya berpuasa).

Pensyariatan ‘Ied (hari raya) Adalah Tauqifiyyah

Hari raya (tahunan) yang dimiliki oleh kaum muslimin, hanya ada dua, yaitu ‘Iedul Fitri dan ‘Iedul Adha. Adakah hari raya yang lain? Jawabnya: tidak ada. Karena pensyariatan hari raya merupakan hak khusus Alloh ‘azza wa jalla. Suatu hari dikatakan hari raya apabila Alloh menetapkan bahwa hari tersebut adalah hari raya (’Ied). Namun, jika tidak, kaum muslimin tidak diperkenankan merayakan atau memperingati hari tersebut. Alasannya adalah hadits Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Anas rodhiyallohu ‘anhu bahwa beliau berkata, “Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam datang ke Madinah dan (pada saat itu) penduduk Madinah memiliki dua hari raya yang dipergunakan untuk bermain (dengan permainan) di masa jahiliyyah. Lalu beliau bersabda: ‘Aku telah datang kepada kalian, dan kalian memiliki dua hari yang kalian gunakan untuk bermain di masa jahiliyyah. Sungguh Alloh telah menggantikan untuk kalian dua hari yang lebih baik dari itu, yakni hari Nahr (’Iedul Adha) dan hari fitri (’Iedul Fitri).” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, shohih)

Dua hari raya yang dimiliki penduduk Madinah saat itu adalah hari Nairuz dan Mihrojan, yang dirayakan dengan berbagai macam permainan. Kedua hari raya ini ditetapkan oleh orang-orang yang bijak pada zaman tersebut karena cuaca dan waktu pada saat itu sangat tepat/bagus. (Ahkamul ‘Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Tatkala Nabi datang, Alloh mengganti kedua hari tersebut dengan dua hari raya pula yang Alloh pilih untuk hamba-hamba-Nya. Sejak saat itu, dua hari raya yang lama tidak diperingati lagi. Berdasarkan hal ini, pensyariatan hari raya adalah tauqifiyyah (sesuai dengan perintah Alloh). Seseorang tidak diperbolehkan menetapkan hari tertentu untuk perayaan/peringatan kecuali memang ada dalil yang benar dari Alloh (Al Qur’an) maupun Rosul-Nya (Al Hadits). Sehingga tidak benar, apa yang dilakukan sebagian besar kaum muslimin saat ini, dengan melakukan berbagai macam peringatan/perayaan yang sama sekali tidak ada tuntunannya. Di antaranya: peringatan/perayaan maulid Nabi, Isro Mi’roj, Nuzulul Quran, hari Kartini, hari ibu, dan hari ulang tahun.

Tuntunan Nabi Saat Hari Raya

Perayaan ‘Iedul Fitri maupun ‘Iedul Adha merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Alloh. Dan ibadah tidak terlepas dari dua hal, yang semestinya harus ada, yaitu: (1) Ikhlas ditujukan hanya untuk Alloh semata dan (2) Sesuai dengan tuntunan Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam.

Ada beberapa hal yang dituntunkan Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam terkait dengan pelaksanaan hari raya, di antaranya:

1. Mandi Sebelum ‘Ied: Disunnahkan bersuci dengan mandi untuk hari raya karena hari itu adalah tempat berkumpulnya manusia untuk sholat. Namun, apabila hanya berwudhu saja, itu pun sah. (Ahkamul Iedain, Dr. Abdulloh At Thoyyar - edisi Indonesia). Dari Nafi’, bahwasanya Ibnu Umar mandi pada saat ‘Iedul fitri sebelum pergi ke tanah lapang untuk sholat (HR. Malik, sanadnya shohih). Berkata pula Imam Sa’id bin Al Musayyib, “Hal-hal yang disunnahkan saat Iedul Fitri (di antaranya) ada tiga: Berjalan menuju tanah lapang, makan sebelum sholat ‘Ied, dan mandi.” (Diriwayatkan oleh Al Firyabi dengan sanad shohih, Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).
2. Makan di Hari Raya: Disunnahkan makan saat ‘Iedul Fitri sebelum melaksanakan sholat dan tidak makan saat ‘Iedul Adha sampai kembali dari sholat dan makan dari daging sembelihan kurbannya. Hal ini berdasarkan hadits dari Buroidah, bahwa beliau berkata: “Rosululloh dahulu tidak keluar (berangkat) pada saat Iedul Fitri sampai beliau makan dan pada Iedul Adha tidak makan sampai beliau kembali, lalu beliau makan dari sembelihan kurbannya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, sanadnya hasan). Imam Al Muhallab menjelaskan bahwa hikmah makan sebelum sholat saat ‘Iedul Fitri adalah agar tidak ada sangkaan bahwa masih ada kewajiban puasa sampai dilaksanakannya sholat ‘Iedul Fitri. Seakan-akan Rosululloh mencegah persangkaan ini. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).
3. Memperindah (berhias) Diri pada Hari Raya: Dalam suatu hadits, dijelaskan bahwa Umar pernah menawarkan jubah sutra kepada Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam agar dipakai untuk berhias dengan baju tersebut di hari raya dan untuk menemui utusan. (HR. Bukhori dan Muslim). Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam tidak mengingkari apa yang ada dalam persepsi Umar, yaitu bahwa saat hari raya dianjurkan berhias dengan pakaian terbaik, hal ini menunjukkan tentang sunnahnya hal tersebut. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Perlu diingat, anjuran berhias saat hari raya ini tidak menjadikan seseorang melanggar yang diharamkan oleh Alloh, di antaranya larangan memakai pakaian sutra bagi laki-laki, emas bagi laki-laki, dan minyak wangi bagi kaum wanita.
4. Berbeda Jalan antara Pergi ke Tanah Lapang dan Pulang darinya: Disunnahkan mengambil jalan yang berbeda tatkala berangkat dan pulang, berdasarkan hadits dari Jabir, beliau berkata, “Rosululloh membedakan jalan (saat berangkat dan pulang) saat iedul fitri.” (HR. Al Bukhori). Hikmahnya sangat banyak sekali di antaranya, agar dapat memberi salam pada orang yang ditemui di jalan, dapat membantu memenuhi kebutuhan orang yang ditemui di jalan, dan agar syiar-syiar Islam tampak di masyarakat. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan). Disunnahkan pula bertakbir saat berjalan menuju tanah lapang, karena sesungguhnya Nabi apabila berangkat saat Iedul Fitri, beliau bertakbir hingga ke tanah lapang, dan sampai dilaksanakan sholat, jika telah selesai sholat, beliau berhenti bertakbir. (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shohih).

Diperbolehkan saling mengucapkan selamat tatkala ‘Iedul Fitri dengan “taqobbalalloohu minnaa wa minkum” (Semoga Alloh menerima amal kita dan amal kalian) atau dengan “a’aadahulloohu ‘alainaa wa ‘alaika bil khoiroot war rohmah” (Semoga Alloh membalasnya bagi kita dan kalian dengan kebaikan dan rahmat) sebagaimana diriwayatkan dari beberapa sahabat. (Ahkamul Iedain, Dr. Abdulloh At Thoyyar - edisi Indonesia).

Jika Terkumpul Hari Jum’at dan Hari Raya Dalam Satu Hari

Jika hari raya dan hari Jumat berbarengan dalam satu hari, gugurlah kewajiban sholat Jum’at bagi orang yang telah melaksanakan sholat ‘Ied, namun bagi Imam hendaknya tetap mengerjakan sholat Jum’at agar dapat dihadiri oleh orang yang ingin menghadirinya dan orang yang belum sholat ‘Ied. Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh berkata, “Diperbolehkan bagi mereka (kaum muslimin), jika ‘ied jatuh pada hari Jum’at untuk mencukupkan diri dengan sholat ‘ied saja dan tidak menghadiri sholat Jumat.” (Ahkamul Iedain, Dr. Abdulloh At Thoyyar - edisi Indonesia).

Hal-Hal yang Terkait Sholat Ied Secara Ringkas

Karena terbatasnya jumlah halaman, berikut kami ringkaskan hal-hal yang terkait dengan sholat ‘Ied, di antaranya:

1. Dasar disyari’atkannya: QS. Al Kautsar ayat 2, dan hadits dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Aku ikut melaksanakan sholat ‘Ied bersama Rosululloh, Abu Bakar dan Umar, mereka mengerjakan sholat ‘Ied sebelum khutbah.” (HR. Buhori dan Muslim)
2. Hukum sholat ‘Ied: Fardhu ‘Ain, menurut pendapat terkuat.
3. Waktu sholat ‘Ied: Antara terbit matahari setinggi tombak sampai tergelincirnya matahari (waktu Dhuha), menurut kebanyakan ulama.
4. Tempat dilaksanakannya: Disunnahkan di tanah lapang di luar perkampungan (berdasarkan perbuatan Nabi), jika terdapat udzur dibolehkan di masjid (berdasarkan perbuatan Ali bin Abi Tholib).
5. Tata cara sholat ‘Ied: Dua roka’at berjama’ah, dengan tujuh takbir di roka’at pertama (selain takbirotul ihrom) dan lima takbir di roka’at kedua (selain takbir intiqol -takbir berpindah dari rukun yang satu ke rukun yang lain).
6. Adzan dan iqomah pada sholat ‘Ied: Tidak ada adzan dan iqomah, atau seruan apapun sebelum dilaksanakan sholat karena tidak adanya dalil untuk hal tersebut.
7. Khutbah pada sholat ‘Ied: Satu kali khutbah tanpa diselingi dengan duduk, menurut pendapat yang terkuat.
8. Qodho’ sholat ‘Ied jika terluput: Tidak perlu meng-qodho’, menurut pendapat yang terkuat.

Kemungkaran yang Biasa Dilakukan Tatkala ‘Iedul Fitri

1. Tasyabbuh (meniru-niru) orang-orang kafir dalam pakaian dan mendengarkan musik/nyanyian (kecuali rebana yang dimainkan oleh wanita yang masih kecil). Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang meniru-niru suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, sanadnya hasan) dan sabda Nabi yang lain, “Akan datang sekelompok orang dari umatku yang menghalalkan (padahal hukumnya haram) perzinaan, pakaian sutra bagi laki-laki, khomr (sesuatu yang memabukkan), dan alat musik…” (HR. Al Bukhori secara mu’allaq dan Imam Nawawi berkata bahwa hadits ini shohih dan bersambung sesuai syarat shohih). Dan Ibnu Mas’ud rodhiyallohu ‘anhu mengatakan bahwa yang dimaksud ‘Lahwal Hadits’ (perkataan yang tidak bermanfaat) dalam surat Luqman ayat 6 adalah Al Ghinaa‘ (nyanyian).
2. Tabarruj-nya (memamerkan kecantikan) wanita, dan keluarnya mereka dari rumahnya tanpa keperluan yang dibenarkan syariat agama. Hal tersebut diharamkan di dalam syari’at ini, di mana Alloh berfirman, “Dan hendaklah kamu (wanita muslimah) tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyyah yang dahulu, dan dirikanlah sholat serta tunaikanlah…” (QS. Al Ahzab: 33). Dalam suatu hadits disebutkan bahwa ada dua golongan dari ahli neraka yang tidak pernah dilihat oleh Nabi: “….salah satu di antaranya adalah wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang (tidak menutup seluruh tubuhnya, atau berpakaian namun tipis, atau berpakaian ketat) yang melenggak-lenggokkan kepala. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium bau surga.” (HR. Muslim)
3. Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom. Fenomena ini merupakan musibah yang sudah sangat merata. Tidak ada yang selamat dari musibah ini kecuali yang dirohmati Alloh. Padahal perbuatan ini adalah haram berdasarkan sabda Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam, “Sungguh, seandainya kepala kalian ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik daripada dia menyentuh wanita yang tidak halal dia sentuh.” (lihat Silsilah Al Ahadits As Shohihah 226) (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).
4. Mengkhususkan ziarah kubur pada hari raya ‘Ied. Tidak terdapat satu dalil pun yang menunjukkan perintah Alloh ataupun tuntunan Nabi untuk ziarah ke kubur pada saat ‘Iedul Fitri. Ziarah kubur memang termasuk ibadah yang disyariatkan, namun, pengkhususan waktu untuk ziarah saat ‘Iedul Fitri membutuhkan dalil. Jika tidak terdapat dalil, perbuatan tersebut bukan tuntunan Nabi dan tidak boleh dilaksanakan. Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang beramal suatu amalan (untuk tujuan ibadah) di mana tidak termasuk dalam urusan kami, maka amalnya tersebut tertolak (tidak akan diterima).” (HR. Muslim)
5. Begadang saat malam ‘Iedul Fitri. Banyak di antara kaum muslimin yang menghidupkan malam ‘Ied dengan takbir via mikrofon. Hal ini sangat mengganggu kaum muslimin yang hendak beristirahat. Hukum mengganggu orang lain adalah haram. Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda, “Muslim (yang baik) adalah yang tidak mengganggu muslim lainnya dengan lisan dan tangannya.” (HR. Muslim). Sehingga jika memang hendak bertakbir, hendaknya tidak dengan suara yang keras. Ada lagi di antara kaum muslimin yang menjadikan malam ‘Ied untuk begadang dengan bermain catur, kartu atau sekedar ngobrol tanpa tujuan. Akibatnya, tatkala pagi datang, kebanyakan dari mereka sulit menjalankan sholat subuh secara berjamaah. Bahkan ada yang sampai ogah-ogahan menjalankan sholat ‘Ied.

Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat. Semoga Alloh memberikan balasan yang baik bagi yang menulis, membaca, dan yang menyebarkannya.

***

Penulis: Adid Adep Dwiatmoko
Muroja’ah: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id

Rabu, 24 September 2008

PENGEMIS DAN GEPENG

Pengemis saat ini adalah problema kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan dan Palembang, Batam. Marilah kita merenung apakah kita patut atau layak memberikan uang atau rasa kasihan pada pengemis saat ini..mari kita lihat berapa besar penghasilan pengemis tersebut?

“menjelang akhir tahun 2007 di Batam entah darimana datangnya mereka sudah mangkal dipersimpangan jalan sambil menengadah tangan untuk meminta belas kasihan berharap orang yang lewat memberikan pecahan uang Rp500 atau ribuan dan tidak sedikit juga yang memberi pecahan Rp5000. sebagian pengemis memang memprihatikan secara penampilan dan tidak sedikit juga yang masih segar dan sehat, badan mereka saja gemuk. ternyata penghasilan mereka tidak sedikit selama 8 jam kerja mulai dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore dan siang hari mereka juga isterahat dan mulai mengemis jam 3 sore, menurut introgasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian batam rata rata gepeng atau pengemis mampu mengantong hasil mengemis sebanyak Rp 276.000/ hari.”

“Rekans semua, saya sempat kaget ketika melihat ada pengemis [cewek masih muda] yang memakai hape di lingkungan MRB. kejadiannya sekitar pertengahan agustus 2007. dalam hati kecil saya berkata "pantaskah seorang pengemis menggunakan hape? ataukah mengemis sudah dijadikan pekerjaan tetap?". alangkah sangat disayangkan bila ada pengemis yang yang menjadikan mengemis sebagai "profesi"..
saya tidak menyalahkan mengemis karena faktor keterbatasan fisik.”

“Cak To tergolong pengemis yang mau belajar. Bertahun-tahun mengemis, berbagai ”ilmu” dia dapatkan untuk terus meningkatkan penghasilan. Mulai cara berdandan, cara berbicara, cara menghadapi aparat, dan sebagainya.Makin lama, Cak To menjadi makin senior, hingga menjadi mentor bagi pengemis yang lain. Penghasilannya pun terus meningkat. Pada pertengahan 1990, penghasilan Cak To sudah mencapai Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu per hari. ”Pokoknya sudah enak,” katanya. Sebenarnya, Cak To tak mau mengungkapkan jumlah setoran yang dia dapatkan setiap hari. Setelah didesak, dia akhirnya mau buka mulut. Yaitu Rp 200 ribu hingga Rp 300 ribu per hari, yang berarti Rp 6 juta hingga Rp 9 juta per bulan.”

“Bungaran Simajuntak, antropologis dari Universitas Negeri Medan, sekarang sudah tidak aneh lagi karena penghasilan pengemis mencapai Rp 55,000 perhari atau jika dijumlahkan. perbulan dapat mencapai Rp 1,650,000 melebihi Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara yang hanya Rp800,000 perbulan.”

“Sekitar90 persen pengemis di Arab Saudi adalah para pendatang dari mancanegara yang sebagiannya tinggal secara tidak sah setelah masa berlaku visa haji atau umrah kedaluarsa (over stay), dan di kalangan anak-anaknya ada yang bisa berpenghasilan mencapai Rp8 juta per bulan.”
Kalau dah begini siapa gak pengen jd pengemis.. acting.. dapat uang deh.. banyak lagi, gak perlu capek-capek.. btw Gaji anda berapa?

Solusinya gimana?

PERDA?

“Sementara itu Ristiawati, anggota legislatif Sumatera Utara komisi E merasa skeptis peraturan ini berhasil menekan angka pengemis yang ada di Sumatera Utara.”

Jakarta? Masih tuh banyak pengemisnya.. kota lain gmn?

Buat lapangan kerja?

Mengubah dari pengemis menjadi penjual tissue? sepeti Malaysia?

ANDA PUNYA SOLUSI? KIRIM KEMARI.. MARI KITA PIKRKAN BERSAMA UNTUK MEMAJUKAN BANGSA KITA INI..APAKAH KARENA PEMERINTAH GAGAL MENEKAN ANGKA KEMISKINAN? APA KARENA KEKACAUAN GLOBAL? APA KARENA KITA? ATAU KARENA AGAMA KITA? KEMANA KITA BERSEDEKAH/BERZAKAT?? MARI KITA BERANTAS KEMISKINAN DAN SIFAT YANG MEMISKINKAN!!!

Jumat, 19 September 2008

TUJANGAN HARI RAYA


Hari-hari pada pekan mendatang adalah saat yang dinantikan oleh para buruh. Apa pasal? Karena pada pekan mendatang beberapa perusahaan mulai membagikan THR atawa Tunjangan Hari Raya. Bagi yang merayakan lebaran, pasti ada begitu banyak rencana setelah uang THR masuk ke kantong. Ada yang ingin secepatnya mudik lebaran ke kampung halaman untuk bersilaturahmi dengan sanak kerabat. Ada yang ingin membelikan baju baru untuk anak-anak. Ada yang ingin berwisata bersama keluarga. Pokoknya ada 1001 satu keinginan yang ingin dipenuhi setelah THR diterima.

Namun, ada juga perusahaan yang mangkir dari kewajiban membayar THR. Duh, kasihan para buruh. Ada yang harus demo menuntut pembagian THR yang menjadi hak buruh.

Tapi, tahukah Anda bagaimana sebenarnya perhitungan THR itu? Mari, saya beri satu rahasia hanya untuk Anda.

Katakanlah gaji Anda Rp.3.000.000 per bulan. Ini artinya gaji Anda sama dengan Rp.750.000 per minggu. Bukankah dalam satu bulan ada empat minggu dan Anda menerima 4 x Rp. 750.000 = Rp.3.000.000?

Nah, dalam satu tahun itu ada 52 minggu. Maka gaji Anda dalam satu tahun yang terdiri dari 12 bulan adalah 12 x Rp.3.000.000 = Rp.36.000.000.

Tapi, jika kita menghitung pembayaran gaji Anda per minggu maka perhitungannya menjadi 52 x Rp.750.000 = Rp. 39.000.000

Lho, kok ada selisih Rp.3.000.000 antara pembayaran per bulan dibandingkan pembayaran per minggu? Nah, itulah yang kemudian dibayarkan oleh perusahaan sebagai Tunjangan Hari Raya. Anda paham? Hahahahaha…


Rabu, 17 September 2008

Manfaat Puasa



Manfaat Puasa (Rabu, 17 September 2008)
Jka berpuasa dilakukan secara benar, ternyata berbagai jenis penyakit
dapat dikendalikan. Misalnya diabetes, darah tinggi, kolesterol tinggi,
maag hingga kegemukan. Bagaimana cara berpuasa yang memberi manfaat
kesehatan?
Puasa berarti mengistirahatkan saluran pencernaan (usus) beserta enzim dan
hormon yang biasanya bekerja untuk mencerna makanan terus menerus
selama kurang lebih 18 jam. Dengan berpuasa organ vital ini dapat
istirahat selama 14 jam.
Puasa akan mengaktifkan sistem
pengendalian kadar gula darah. Apabila kadar gula darah turun, maka
cadangan gula dalam bentuk glikogen yang ada di hati mulai kita
gunakan.
Namun penderita penyakit hati yang berat, seperti
sirosis hati, dianjurkan untuk tidak berpuasa, karena berisiko terjadi
penurunan gula darah (hipoglikemia), akibat cadangan glikogen hati
sangat berkurang. Pada orang normal tidak akan menjadi masalah jika
kadar gula sangat turun.
Puasa juga merupakan kesempatan
menurunkan berat badan bagi yang gemuk, dengan cara tidak makan
berlebihan pada waktu buka, sehabis buka dan sewaktu sahur. Kadar lemak
darah, kolesterol dan trigliserida bisa berkurang karena tingkat
konsumsi makanan gorengan dan bersantan berkurang.
Bagi yang hipertensi, tekanan darah dapat turun, jika selama berbuka hingga sahur
tidak makan makanan yang asin-asin dan tidak lupa minum obat hipertensi
pada waktu sahur.
Pada penderita diabetes (terutama yang gemuk)
dengan berpuasa gula darah lebih terkontrol. Tidak semua penderita
diabetes mellitus atau kencing manis aman untuk menjalankan puasa. Yang
aman adalah penderita diabetes yang kadar gulanya kurang dari 200
mg/dl, dan mendapat pengobatan bentuk tablet yang diminum. Jika
mendapat suntikan insulin , dosis harus kurang dari 40 unit/hari dengan
1 x suntikan per hari.
Para penderita sakit maag atau gastritis
yang ringan boleh puasa, kadang-kadang keluhannya berkurang. Bila
berat, sebaiknya berkonsultasi dengan dokter dulu apakah boleh puasa. Kiat Berpuasa
Pertama
yang harus dilakukan adalah berniat untuk berpuasa. Adanya niat akan
berpengaruh kepada diri kita secara psikologis, bahwa kita pasti kuat
puasa, tahan terhadap segala godaan dan akan lebih meningkatkan
ketakwaan kepada Tuhan.
Kita harus belajar mengendalikan nafsu,
melatih kesabaran dan melatih disiplin. Hal ini akan berguna di dalam
kehidupan kita sehari-hari.
Jangan terlalu capek. Sebaiknya kita
mengurangi kegiatan-kegiatan yang kurang perlu. Karena otomatis waktu
tidur kita berkurang, bila kita harus bekerja di siang hari tentu
sering diserang kantuk yang hebat. Untuk itu, waktu tidur malam jangan
terlalu banyak dikurangi. Usahakan untuk bisa tidur setelah makan
sahur, walaupun hanya sebentar sangat membantu.
Usahakan tetap olahraga, agar aliran darah tetap lancar serta kebugaran tubuh terjaga.
Lakukan olahraga ringan seperti jalan kaki, naik sepeda, dan lain-lain.
Jangan sampai mengeluarkan banyak keringat. Waktu berolahraga yang baik
adalah menjelang buka puasa. Cara Makan yang Benar
Makanlah secara teratur untuk buka puasa dan sahur dengan menu seimbang.
Maksudnya adalah makanan yang terdiri dari karbohidrat 50-60%, protein
10-20%, lemak 20-25%, cukup vitamin dan mineral dari sayur dan buah.
Selain itu, cukup serat dari sayuran untuk memperlancar buang air
besar.
Cukup cairan, dengan minum kurang lebih 7-8 gelas sehari.
Terdiri dari 3 gelas waktu sahur dan 5 gelas dari buka sampai sebelum
tidur.
Pembagian makan adalah 50% untuk berbuka, 10% setelah sholat tarawih, 40% pada waktu sahur.
Menu
yang dipilih yaitu pada waktu buka, terdiri dari makanan pembuka berupa
minuman manis atau makanan manis, seperti kolak pisang, kurma atau teh
manis. Makanan manis mengandung karbohidrat sederhana yang akan mudah
diserap dan segera menaikkan kadar gula darah. Setelah sholat magrib
makan makanan pelengkap yang terdiri dari: nasi atau pengganti nasi,
ayam/ikan/daging, tahu/ tempe, sayuran dan buah.
Setelah tarawih dapat makan camilan berupa roti atau buah. Makan sahur harus
dipentingkan, karena sahur yang baik membuat puasa tidak terasa berat.
Hidangan sahur
seperti waktu buka, namun porsinya lebih kecil. Dianjurkan makan
dengan kadar protein tinggi, agar meninggalkan lambung lebih lama.
Selain itu pencernaan dan penyerapan juga lebih lama dibanding makanan
yang kadar karbohidratnya tinggi, sehingga tidak cepat terasa lapar.
Saat makan sahur dapat ditambahkan segelas susu, terutama untuk anak-anak
dan remaja. Pada orang dewasa dapat minum susu tanpa lemak. Suplemen
multivitamin dan mineral boleh dikonsumsi pada waktu sahur, agar
meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh.
Apabila tidak bisa makan sahur dalam bentuk nasi, nasi boleh diganti dengan roti dan
isinya atau bubur havermouth, ditambah satu gelas susu. Bila tidak bisa
makan nasi atau roti, bisa minum segelas susu yang berkalori seperti
Ensure, Entrasol, Peptisol, Enercal Plus, Nutren Fiber dan
lain-lainnya, disertai buah.@
(Dr. Titi Sekarindah,MS., Ahli Gizi RS. Pertamina Pusat, Jakarta) Sumber: Kompas